Jakarta (pilar.id) – Pemerintah Indonesia telah membentuk Hepatitis Control Program sejak tahun 2012 sebagai langkah proaktif dalam menanggulangi penyakit hepatitis. Selaras dengan upaya tersebut, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Hepatitis Virus juga telah dikeluarkan.
Dikutip dari keterangan pers BRIN, Sabtu (29/7/2023), program pengendalian hepatitis yang dilakukan pemerintah mencakup berbagai upaya nasional untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit tersebut.
Di antaranya adalah program vaksinasi virus hepatitis B (VHB) pada bayi yang baru lahir, yang telah dijalankan sejak tahun 1997 sebagai upaya pencegahan infeksi VHB. Selain itu, skrining donor darah dan berbagai langkah promosi kesehatan juga menjadi bagian dari strategi pengendalian penyakit hepatitis.
Menanggapi tingginya kasus penyakit hati di Indonesia, baik berupa infeksi hepatitis kronis maupun kanker hati, Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, menekankan perlunya adopsi strategi berkelanjutan secara nasional. Dia juga menyatakan bahwa penanganan dan strategi pengendalian hepatitis di Indonesia membutuhkan kolaborasi antara banyak pihak dan stakeholder di bidang kesehatan masyarakat.
“Diperlukan peran serta peneliti dan akademisi dalam melaksanakan penelitian terus-menerus dan strategi penanggulangan hepatitis, termasuk pengembangan vaksin dan antivirus terkini. Komunikasi ilmiah yang membahas informasi terbaru tentang penyebaran dan penanggulangan penyakit hati di Indonesia juga sangat penting,” ujarnya.
Selain itu, Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBME) BRIN, Elisabeth Farah Novita Coutrier, menyoroti bahwa riset dan inovasi terkait penanganan dan strategi pengendalian penyakit hepatitis terus dilakukan di PRBME.
Beberapa penelitian telah dilaksanakan, termasuk penelitian yang mengungkap mutasi penyebab kegagalan vaksinasi hepatitis B dan mutasi yang berkaitan dengan progresivitas penyakit seperti sirosis dan kanker hati.
Selain itu, penelitian juga berfokus pada penularan virus hepatitis secara vertikal dari ibu ke anak, serta penelitian pada populasi khusus seperti tenaga medis dan orang yang tinggal serumah dengan penderita hepatitis.
Tidak hanya itu, penelitian pada pejamu dan organ hati juga dilakukan, khususnya mengenai faktor onkogenik VHB dan virus hepatitis C (VHC) yang dapat menyebabkan penyakit karsinoma hepatoseluler.
Elisabeth menekankan pentingnya memahami tingkat keanekaragaman genetik VHB dan VHC, serta variasi karakteristik genetik virus dan pejamu yang perlu terus dipelajari.
“Variasi karakteristik genetik virus dapat memengaruhi manifestasi penyakit akibat infeksi VHB dan VHC, terutama dalam mekanisme patogenesis karsinoma hepatoseluler yang berkaitan dengan kedua jenis virus tersebut,” jelasnya.
Dengan langkah-langkah pengendalian yang berkesinambungan dan penelitian yang terus berkembang, diharapkan upaya pemerintah dalam menanggulangi hepatitis di Indonesia dapat semakin efektif dan berhasil mengurangi dampaknya bagi masyarakat. (mad/hdl)