Bantul (pilar.id) – Siapa sangka, bahwa masyarakat tradisional di Jawa, ternyata sudah memiliki teknologi pembuatan kertas yang secara turun temurun, masih tetap bertahan dan eksis hingga saat ini.
Bahkan, kertas tradisional yang acap kali disebut dengan nama dluwang ini, dinilai mampu bertahan hingga ratusan tahun. Teknologi pembuatan kertas dluwang ini, secara turun-temurun terus lestari terutama di Kabupaten Bantul, PRovinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Keberadaan kertas kuno tersebut, berhasil dilestarikan oleh Indra Suroinggeno seorang perajin asal Padukuhan Kanutan, Kalurahan Sumbermulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Bantul.
Indra adalah seorang perajin kertas tradisional yang ternyata juga digunakan sebagai bahan gulungan wayang beber. Kertas ini, dibuat dari kulit pohon glugu atau bisa juga disebut paper mulberry.
![](https://www.pilar.id/wp-content/uploads/2022/12/ACA921DB-6890-4119-B941-26A7A2AF290E.jpeg)
Selain mengelola bengkel pembuatan kertas, Indra hingga saat ini juga menjadi pengelola Museum Wayang Beber Sekartaji.
“Awal mula memproduksi kertas dluwang sejak 2018. Saat itu, kagum ternyata kertas dluwang seumuran sama lontar,” ungkap Indra, Senin (5/12/2022).
Kertas ini, lanjutnya juga digunakan untuk menulis relief candi sebagai alternatif lontar.
“Kertas dluwang bisa tahan sampai ratusan tahun. Pada zaman dulu, kertas ini juga sebagai pembuatan kitab,” paparnya.
Selain itu, sejak abad 8 kertas ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan karya sastra hingga pakaian.
“Jadi pembuatan kertas ini secara tidak langsung juga kembali merefleksikan tradisi nusantara yang sudah ada sejak 3.600 tahun lalu, ” terangnya.
Menurutnya, proses pembuatan memerlukan waktu tujuh sampai delapan hari. Dimulai dari memotong dan mengupas kulit terluar maupun kulit lapisan kedua batang pohon.
“Yang kita pakai lapisan ketiga. Selanjutnya, kita rendam 1-2 hari dan setelah itu kita fermentasi tanpa tambahan apapun pakai daun pisang selama 3-5 hari,” paparnya.
Kemudian, batang tersebut ditempa atau pukul hingga pipih atau sebanyak 1.000 kali menggunakan kuningan yang beralas kayu.
“Dan yang terakhir, setelah proses tempa selesai, lembaran kulit kayu yang telah menjadi kertas ini kita angin-anginkan sampai kering dan digosok menggunakan batu halus agar kertas memiliki kualitas bagus,” tutupnya.
Adapun, lanjutnya kertas dluwang ini memiliki nilai jual yang tinggi. Dalam satu lembarnya dihitung per centimeter dengan harga Rp 75 yang dapat mencapai jutaan rupiah apabila satu kertas berukuran besar. (riz/fat)