Surabaya (pilar.id) – Sebelum menjalani operasi dengan anestesi total, hewan diwajibkan untuk berpuasa. Hal ini penting karena dalam fase stadium dua anestesi, pasien akan mengalami eksitasi dan ketidaksadaran yang dapat meningkatkan gerakan peristaltik dan memicu muntah. Jika lambung penuh, isi lambung bisa naik kembali atau dikenal dengan istilah refluks gastro-esofagus (GOR).
Direktur Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Ira Sari Yudaniayanti, drh MP, menjelaskan bahwa puasa sebelum prosedur anestesi total (general anesthesia) sangat penting untuk keselamatan dan kelancaran operasi. Nutrisi dan cairan tubuh hewan selama puasa akan digantikan melalui infus. Jika lambung hewan masih terdapat makanan, maka makanan tersebut dapat naik kembali ke tenggorokan.
Bahaya utamanya adalah aspirasi paru, yaitu masuknya bahan makanan ke saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan. Aspirasi paru tidak boleh dianggap remeh karena dapat menyebabkan komplikasi serius seperti infeksi, pneumonia, dan kesulitan bernapas. Makan sebelum operasi juga dapat menyebabkan mual dan muntah setelah operasi, yang bisa berakibat fatal.
“Penggunaan sedasi menyebabkan organ hewan mengalami relaksasi, termasuk sistem pencernaan,” kata Dr. Ira.
Organ-organ akan terelaksasi kecuali otak, jantung, dan paru-paru. Ketika hal ini terjadi, isi lambung hewan dapat naik kembali ke esofagus dan menyebabkan muntah. Jika terjadi aspirasi paru, gangguan pernapasan bisa terjadi. Bila diketahui hewan makan dalam jumlah sedikit, jadwal operasi bisa diundur. Namun, jika hewan makan dalam jumlah besar sebelum operasi, sebaiknya dijadwalkan ulang pelaksanaan operasi.
Dr. Ira menyebutkan bahwa puasa bagi hewan bisa dimulai 6 hingga 8 jam sebelum operasi. Waktu puasa pra-operasi penting karena masih terdapat cukup makanan di dalam lambung untuk menetralkan asam lambung, sehingga mencegah naiknya asam ke kerongkongan yang bisa menyebabkan regurgitasi akibat anestesi.
Namun, durasi puasa berbeda-beda berdasarkan jenis, ras, umur, dan jenis operasi hewan. Misalnya, kitten dan puppy hanya dianjurkan berpuasa 1 hingga 2 jam sebelum operasi, ferrets 4 jam sebelum operasi, dan tikus 1 jam sebelum operasi. Sementara kelinci dan guinea pigs tidak perlu melakukan puasa sebelum operasi.
“Puasa akan lebih panjang bagi hewan yang memiliki riwayat regurgitasi, ras tertentu, dan jenis makanan yang dikonsumsi. Makanan kering (dry food) lebih sulit dicerna dibanding makanan basah (wet food),” tambah Dr. Ira.
Pemberian minum pada hewan sebelum operasi tidak memiliki pengaruh seburuk pemberian makanan. Hewan harus dipuasakan dari minum dan makan setidaknya 2 jam sebelum operasi. Pemilik harus selalu mengikuti anjuran dan arahan dokter hewan.
Hewan boleh makan setelah operasi ketika sudah sadar penuh, ditandai dengan posisi sternal recumbency dan kepala yang sudah bisa tegak. Pemilik bisa memberikan minum terlebih dahulu untuk mengetes refleks menelan, lalu makanan dalam jumlah sedikit dan berbentuk lunak. Hal ini bertujuan agar pencernaan beradaptasi setelah relaksasi selama prosedur anestesi, menghindari muntah karena pencernaan belum normal dari reaksi obat anestesi.
“Dalam 24-48 jam setelah operasi, makanan sebaiknya diberikan dalam porsi kecil tapi sering, bisa 3-4 kali sehari. Jangan langsung dalam porsi besar,” saran Dr. Ira.
Asupan makanan yang cukup merupakan kunci penting untuk mencapai status gizi optimal pasca operasi. Nutrisi yang cukup akan mempercepat penyembuhan luka, meningkatkan kekebalan tubuh, dan memastikan hasil pasca operasi yang lebih baik. (ret/hdl)