Jakarta (pilar.id) – Target penerimaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) 2025 mencapai Rp16,6 triliun, merupakan gabungan dari target penerimaan tahun 2024 dan 2025. Sementara, pagu indikatif RKA OJK untuk tahun anggaran 2025 yang disetujui oleh Komisi XI DPR RI adalah Rp11,55 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, menekankan pentingnya mempertimbangkan keberlanjutan anggaran OJK. “Meskipun ada penerimaan double, kita menginginkan agar OJK mempertimbangkan kelangsungan atau sustainability dari anggaran tersebut,” ujar Andreas usai Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Ketua DK OJK di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Dalam rapat tersebut dijelaskan bahwa kenaikan target penerimaan tahun 2025 adalah implikasi dari Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sebelumnya, anggaran kerja tahun berjalan dibiayai oleh penerimaan tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 2025, anggaran dibiayai oleh penerimaan tahun berjalan dan penerimaan tahun 2024.
Andreas menekankan pentingnya pemanfaatan anggaran yang tepat mengingat kondisi ini hanya terjadi sekali. “Walaupun penerimaan dua kali lipat, pemanfaatannya harus mempertimbangkan dampak biaya jangka panjang,” tutur politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.
Tahun 2025 menjadi kali pertama OJK masuk dalam Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) di APBN. Ini merupakan pengimplementasian UU P2SK yang disahkan pada 2023. “Sesuai UU P2SK, anggaran OJK kini mengikuti siklus APBN, karena penerimaan dari pungutan masuk dalam BA BUN sebagai PNBP,” jelas Andreas.
Sebagai perbandingan, anggaran OJK tahun 2024 senilai Rp8,03 triliun dibiayai dari penerimaan tahun 2023 yang mencapai Rp8,58 triliun. Dengan diterapkannya UU P2SK, OJK memiliki dua sumber pembiayaan untuk tahun 2025.
OJK menargetkan pungutan dari industri keuangan sebesar Rp8,52 triliun dan mengantongi Rp8,07 triliun sebagai target penerimaan tahun 2024. (mad/hdl)